BA BU
“Hmm it smellls
really good, what is it?”
“Ini namanya cecek. Spesial pake sambel
sama kuah yang kentel bikin tambah maknyus!”
Di hadapanku sekarang terhidang
sepiring makanan berkuah coklat, dengan isian kacang merah dan “kulit sapi”
kenyal. Yuli bilang, makanan ini bernama cecek. Makanan ini memang spesial
bagiku, tapi bukan karena isinya yang menggiurkan, melainkan ... ia
mengingatkanku pada seseorang.
# # #
(copyright by http://www.notey.com/id) |
Singapura, 5 Januari 2003
Hari ini Ayahku membawa seseorang ke rumah kami.
Dia seorang wanita paruh baya. Umurnya sekitar 45 hingga 50 tahun, yang pasti
ia lebih tua dari orang tua kami. Kulitnya sawo matang, tapi dia bukan Indian,
dia adalah orang Melayu.
“Kenalkan, dia nanny baru di rumah ini. Dia akan membantu mengurus rumah.”
Nanny
tersebut tersenyum simpul sedangkan kami tetap terdiam di meja makan. Kedua
kakak dan ibukku hanya menengok sebenter ke arah nanny tersebut. Kemudian melanjutkan makan.
Setelah melakukan perkenalan singkat
tersebut. Ayah mengantarkan nanny ke
ruang belakang. Menunjukkan kamar berukuran 2x3 yang akan menjadi kamar baru nanny tersebut. Ketika keduanya pergi ke
belakang, Ibu kemudian berdiri dan mengikuti keduanya dengan rona wajah
mengeras.
# # #
“Mengapa kamu tak pernah mau
mendengarkan aku?”
“Kamu tak bisa menjalankannya
sendirian. Mengurus anak, rumah, sekaligus bekerja bukanlah hal yang mudah
Lisa. Aku hanya berusaha membantumu.”
Ibu membalikkan badan. Memunggungi
Ayah dan air mata nampak keluar dari wajahnya. Ayah berusaha menenangkan Ibu,
memegang bahunya dan mengatakan bahwa semuanya aka baik-baik saja. Namun Ibu
merasa begitu terluka. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha melepaskan
pegangan Ayah dan tetap menangis walau tanpa suara.
# # #
Singapura, 6 Januari 2003
Sarapan kali ini berbeda dari biasanya. Jika
biasanya kami hanya makan roti bakar buatan Ibu, kali ini terdapat beragam
makanan di atas meja. Mulai dari nasi, sayur sop, telur dadar dan ayam goreng.
Makanan yang “mewah” untuk pagi kami!
“Nanny,
lain kali masak yang mudah-mudah saja untuk sarapan,” ucap Ayah dalam
bahasa melayu yang sedikit kaku. Wajah nanny
tersebut bingung, namun ia berusaha untuk memahami dengan
mengangguk-anggukkan kepalanya berulang kali. Kemudian ia pergi kembali ke
dapur dan menulis beberapa catatan yang ia tempel di dinding.
“Ckckck, aku baru saja mendapat berita
dari kawanku di sekolah. Pembantunya baru saja merampok keluarga tersebut
hingga 20 juta! Padahal dia sudah lama bekerja di situ. Gila gila,” ucap Tom,
kakak tertuaku. Setiap pagi Tom senang sekali memberikan informasi dari
“teman-teman” SMA nya. Mulai dari informasi gak penting seperti toko mainan
hingga berita teroris. Biasanya kami hanya mendengarkan dan
mengangguk-anggukkan kepala tanda “memperhatikannya”. Sesekali kami akan
memberi pendapat jika tema yang dia bahas cukup menarik. Namun kali ini tak ada
komentar, yang ada hanyalah wajah keresahan dari Ibu. Ayah dan Kak Mey hanya
mendengar dan terus makan.
“I’m done! Aku berangkat dulu,” Kak
Mey menyelesaikan makannya dan meninggalkan ruangan.
“Hey tunggu adik kecil. Kita berangkat
bersama-sama ke halte!” ucap Tom dengan terburu-buru.
# # #
Sepulang sekolah seperti biasa, rumah
akan terasa sangat sangat kosong. Hari ini aku pulang lebih awal karena les
diliburkan. Apakah aku senang? Entah antara ia dan tidak. Aku senang karena
tidak harus berurusan dengan angka-angka yang membosankan, tapi aku bingung apa
yang ku lakukan di rumah sendirian. Tidak ada hal yang menarik!
Aku berjalan ke teras rumah, menikmati
matahari senja sambil berusaha menggambar matahari tersebut ala-ala pelukis
terkenal. Ketika aku sedang asyik menggambar tiba-tiba sepiring pisang goreng
dengan keju dan susu berada di samping dan nampak menggoda iman.
# # #
Singapura, 19 Januari 2003
Kami hanya berbicara menggunakan
bahasa isyarat! dan intuisi? (mungkin). Nanny
tidak bisa bahasa mandarin, english, ataupun bahasa melayu dengan baik.
Sebenernya aku juga tidak terlalu paham bahasa melayu. Dia menggunakan bahasa
lain. Bahasa yang berbeda dari bahasa orang-orang Indonesia yang ku kenal. Aku
coba bertanya padanya dengan berbagai macam isyarat. Ternyata ia menggunakan
bahasa Jawa! Wow, itu hal yang baru bagiku. Nampaknya nanny hanya bisa berbahasa Jawa.
Sejujurnya aku ‘sedikit’ senang ada nanny di rumah. Dia orang yang pandai
memasak. Masakan di rumah kami jadi beragam dan lebih terasa. Salah satu
masakan yang paling ku suka adalah makanan berkuah coklat dengan isian kacang
merah dan sesuatu yang kenyal. Aku selalu lupa apa namanya, tapi aku sangat
suka. Sayangnya, Ibu dan kedua kakakku tidak menyukai masakan itu. Sehingga nanny membuatkan masakan itu diam-diam
hanya untuk kami berdua. Selain pandai memasak, sesekali nanny juga bermain denganku. Ia bisa merajut, menganyam, membuat
ikan-ikanan dari sabun, dan yang paling ku suka adalah ketika ia menggambar
“batik” di kertas gambarku. Aku senang sekali gambar batik, karena ada beragam
dan ia mahir membuat gambar-gambar tersebut.
Walau aku senang aku juga sedikit
takut dan kadang gelisah. Ibu dan kedua kakakku bilang untuk tidak terlalu
dekat dengan nanny. Tom bilang dia
berbahaya, dia bisa saja meliar dan melunjak seperti pembantu keluarga
temannya. Mey bilang bahwa kita berbeda, berbeda tingkatan dengan dia, sehingga
kita harus berusaha menjaga jarak. Sedangkan Ibu berkata bahwa dia membawa
pengaruh buruk bagi budaya kita. Entahlah apa yang harus ku lakukan, yang pasti
aku akan menikmati “makanan kenyal berkuah coklat” ini lagi selama aku bisa
menikmatinya.
# # #
Singapura, 5 Februari 2003
Pagi ini Mey marah-marah. Jaket kesayangannya
hilang entah ke mana! Sebenernya hal ini sudah biasa terjadi. Mey selalu
“kehilangan benda” di rumah ini. Dia memang pelupa, tapi hari ini dia
benar-benar marah besar. Ternyata itu jaket pemberian temannya tapi sekarang
entah hilang ke mana.
“Nanny,
kemarin aku minta cucikan jaket itu tapi sekarang ada di mana?” ucap Mey
dengan bahasa melayu yang tidak begitu cakap.
Wajah nanny kebingungan, dengan bahasa yang tidak lancar dia mengatakan
bahwa laundry baju-baju Mey sudah ia
letakkan kemarin sore (begitulah penafsiranku). Kemudian Tom menyela dan
mengatakan bahwa nanny kembali masuk
ke kamar Mey di malam hari, ketika Mey sedang pergi kerja kelompok di rumah
temannya. Nanny nampak berusaha
mengingat-ingat kemarin malam. Dengan ragu ia mengatakan bahwa ia memang pergi
ke kamar Mey, tapi untuk membawa baju lain yang baru ia setrika. Tapi ia tidak
mengingat ada jaket tersebut.
Suasana semakin memanas, Ibu berusaha
menginterogasi nanny. Mey
mendengarkan dengan wajah bersungut-sungut. Tom ikut menginterogasi nanny. Ketika keadaan semakin tidak
kondusif dan wajah nanny telah
berubah menjadi kemerahan, Ayah datang dan menenangkan suasana.
# # #
Singapura, 13 Februari 2003
Perasaanku campur aduk, yang pasti ada
rasa hilang di dalamnya. Aku melihat nanny
menangis meraung-raung. Ia berusaha agar mereka mau mendengarkannya. Namun
pria-pria berseragam polisi tersebut tetap membawanya. Menariknya dengan paksa
dan membiarkan nanny menangis
sejadi-jadinya. Aku, tidak, keluarga kami hanya bisa menatapnya pergi dalam
diam.
# # #
“Jadi apa yang adik lihat malam itu?”
tanya Pak Polisi dengan senyum yang dipaksakan.
Aku bingung, aku tak tahu. Aku tak
tahu apa yang ku lihat. Semuanya kabur! Aku tak tahu apa yang ku lihat
sebenernya. Aku tak tahu mana yang benar. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala
dan memeluk erat teddy bear ku.
“Hmm mungkin kita harus ganti
pertanyaan. Jadi apakah adik melihat nanny
di kamar orang tua adik?” tanya Pak Polisi lagi.
Aku berusaha mengingat-ingat. Aku
ingat malam itu rumah kosong, bukan kosong tapi sepi. Kedua orang tua ku pergi
meghadiri pesta. Mey sedang menginap di rumah temannya. Saat itu sudah malam
dan aku sangat mengantuk. Suara benda jatuh membangunkanku dengan malas. Aku
melihat seseorang masuk ke kamar orang tuaku. Kemudian aku tertidur lagi, aku
sangat lelah karena hari itu aku banyak sekali beraktivitas. Aku kembali
terbangun beberapa menit kemudian dan melihat Tom yang nampak memarahi nanny habis-habisan dengan sejumlah uang
berada di tangan nanny. Aku ingat
sekarang, orang yang ku lihat sebelumnya masuk ke kamar orang tuaku adalah nanny.
“Sudahlah Pak, mengapa Anda memaksakan
hal ini kepada anak kecil!” Ayahku nampak begitu gusar. Kemudian keduanya
beradu mulut dan aku pun menangis.
# # #
Saat ini
“Hey mengapa kamu menangis Wen?”tanya
Yuli.
“Aku hanya teringat sesuatu.”
Aku ingat akan peristiwa itu dan aku
tahu bahwa aku telah melakukan kesalahan. Jika seandainya aku lebih besar, jika
seandainya aku tidak tertidur, jika seandainya aku lebih berani, aku akan lebih
tahu kebenarannya. Tapi apalah dayaku! Aku hanyalah gadis berusia 7 tahun yang
naif saat itu.
Dua minggu setelah nanny ditangkap, Tom tertangkap
melakukan pesta sabu bersama teman-temannya. Untung saja Tom tidak kolaps! Pada
akhirnya ia lolos dari jeruji besi diharuskan untuk mengikuti rehabilitasi.
Satu demi satu misteri di rumah pun terungkap, walaupun tidak ada satupun yang
berusaha mengungkapnya.
Hilangnya jaket Mey tak lain karena
kelupaan nya sendiri. Misteri hilangnya uang-uang di rumah mulai terungkap.
Sebenernya aku mencoba untuk mengaitkannya sendiri. Uang-uang yang hilang
tersebut tak lain dicuri oleh Tom! Untuk apa? Tentu saja untuk membeli
sabu-sabu dan berpesta dengan teman-temannya.
Selama ini nanny curiga pada Tom karena ia sering mendapati Tom masuk ke kamar
orang tua kami. Nanny juga pernah
berkata bahwa ia pernah bertemu dengan Tom dan teman-temannya dengan kondisi
agak linglung. Saat itu nanny tidak
berani melapor karena ia tidak yakin, karena ia berusaha mencari bukti yang
menguatkan rasa kecurigaannya. Hingga pada hari itu ia mendapati secara
langsung Tom mengambil uang di kamar orang tua kami! Namun Tom yang ketahuan
malah marah dan memberikan uang itu pada nanny.
Menciptakan kondisi seolah-olah dialah “korban”. Begitulah yang dikatakan
oleh nanny pada polisi dan keluarga
kami. Tapi tak ada yang percaya! Pada akhirnya aku harus berpisah dengan nanny ...
“Aku bahkan tak tahu siapa nama aslinya, yang ku tahu hanyalah panggilan
nanny.” Aku menangis sesenggukan.
Yuli membawakan tisu sambil berusaha menenangkan diriku.
“Tahu kah kamu Yul? Satu hal yang
membuatku miris adalah kalimat terakhir yang diucapkan oleh nanny.”
Pada
saat itu aku tak mengerti apa artinya, namun sekarang ku tahu. Dia mengatakan
pada Pak Polisi, “Yo ngene iki resiko
dadi babu, ora ono apik-apike.”
# # #
Komentar
Posting Komentar