Tuhan, Aku Ingin Jatuh Cinta

(sumber: favim.com)

       “Saya menyebutnya jatuh cinta! Walaupun Bapak orang yang disiplin, memiliki standar yang tinggi dan kerap membuat bulu kuduk saya bergidik namun saya jatuh cinta kepadanya! Saya jatuh cinta pada bagaimana ia mampu membuka wawasan saya, membimbing saya, dan mampu mengajarkan nilai-nilai moral yang sudah tergerus seiring berkembangnya zaman.”
Matanya yang berbinar-binar ketika mengungkapkan rasa cintanya dengan sosok Bapak membuatku kagum. Di tengah-tengah kekacauan dan hectic nya pengerjaan tugas akhir, dia mampu menemukan “cinta” yang mampu membuatnya bertahan terhadap tugas tersebut. Aku kagum! namun sekaligus iri kepadanya. Iri terhadap rasa cinta yang membuatnya bertahan dan terus mengembangkan dirinya menjadi sosok yang bijaksana, rendah hati, dan penuh dengan wawasan.
“Lalu, bagaimana dengan Dek Lala? Sudah mulai mengerjakan tugas akhir?”
Geleng, yang ku bisa lakukan hanya menggeleng dengan senyum simpul yang sedikit memaksa. Ada rasa kegetiran dalam ekspresiku. Rasanya Aku sudah tertinggal kereta yang cukup jauh. Ketika yang lain sudah mulai berangkat dengan tiketnya, Aku masih terdiam dan berputar-putar dengan perasaanku.
“Gimana yo mbak. Segala cara wes tak tempuh. Tapi kok gak ada ide yang sreg gitu lho. Bagiku lek belum nemuin yang sreg kok ya bakal susah ya.”
Senyum hangat mengembang di wajah Mbak Riski. Dengan lemah lembut dan bahasa yang santun ia mengiyakan bahwa dibutuhkan “cinta” untuk mengerjakan tugas akhir. Karena mengerjakan tugas akhir bakal berkali-kali jauh lebih berat dari tugas kuliah sebelumnya. Tugas akhir ibarat puncak dari perjuangan mahasiswa selama menempuh bangku perkuliahan. Berbagai cobaan pasti akan datang selama pengerjannya yang seringkali membuatnya menjadi momok bagi para mahasiswa.
Seketika tubuhku melunglai. Aku bahkan belum menemukan keretaku, namun rasa takut yang menjadi-jadi sudah menderaku. Mbak Riski nampaknya menangkap rasa acak-adul itu. Kemudian ia berucap bahwa semua pasti terselesaikan. Hal terpenting adalah terus berjuang! Demi mengembalikan rasa semangatku, berbagai tema yang sering diucap Bapak ia tawarkan kepadaku. Lagi-lagi ia ucapkan tema-tema itu dengan mata yang berbinar-binar.
Rasa iri kembali menerjangku, namun rasa kagumku melebihi rasa iri itu. Tuhan, Aku ingin jatuh cinta! Aku ingin bertemu dengan suatu hal yang benar-benar ku cintai. Sesuatu yang membuatku berbinar-binar. Sesuatu yang berani ku perjuangkan. Sesuatu yang mampu membuatku terus tersenyum, berkarya, dan bermanfaat bagi yang lain. Dalam doa terakhirku pada pertemuan itu, ku berharap ... “Tuhan, Aku ingin jatuh cinta”.

Komentar

Postingan Populer