Lanjutan Jagoan ....
Finally, aku menyelesaikan cerita GJ ini. Males, banyak tugas, dll bikin cerita ini lama selesainya. Namun aku senang akhirnya selesai (banyak cerita yang aku buat terhenti di tengah jalan) Hahaha! Semoga tulisan ini bisa dinikmati, amin :D So, enjoy ...
JAGOAN (lanjutan)
Senyum manis Hany memenuhi pikiran
Nico. Sedikit lagi ia akan mendapatkannya, namun tiba-tiba senyum itu
menghilang – berganti menjadi tangisan pilu yang menyayatkan hati.
~ ~ ~
“Gagal
ya?”tanya Felix tanpa ragu. Ia tahu bahwa Nico gagal. Hal itu terlihat dari
wajah Nico yang muram dan gak konsen memainkan game nya.
Felix
menghentikan game yang mereka mainkan. “Kamu sayang banget kan sama Hany?”
Nico
ingin mengatakan iya dengan keras, namun ia begitu lemas dan hanya mengangguk
kecil. Baginya kesempatan untuk menjadi kekasih Hany 0,1%. Dia hanyalah pemuda
lemah. Kematian Ayahnya membuatnya takut. Ia telah berusaha untuk mensugesti
dirinya bahwa ia adalah pemuda yang kuat dan pemberani, namun kenyataannya
tidak.
Ia
kembali ke 8 tahun yang lalu. Nico dan ayahnya berjalan riang bersama. Hari ini
mereka akan bermain di pasar malam. Ibu Nico sudah menunggu di dekat bianglala.
Sedangkan mereka berdua pergi untuk membeli kembang gula. Tiba-tiba ada
teriakan maling. Ayah Nico yang melihat maling tersebut langsung berlari
mengejarnya, namun sayang ia terkena tusukan dari maling tersebut. Pada saat
itu juga Ayah Nico meninggal. Nico kecil begitu takut, ia melihat langsung
ketika maling tersebut menusuk Ayahnya. Ia begitu takut, ditinggalkan Ayahnya.
Nico kecil menangis meraung-raung melihat Ayahnya terkapar tak bernyawa.
“Co,
jangan ngelamun,”ucap Felix membangunkan Nico dari lamunannya. “Aku tahu gimana
caranya supaya Hany bisa suka kamu.”
“Gimana?”tanya
Nico antusias.
“Gampang,
be a hero for her!”
Nico
terdiam, dia masih bingung dengan ucapan Felix. Bagaimana caranya ia menjadi
hero buat Hany.
“Gabung
ke genk ku and I will teach you how to be a hero.”
~ ~ ~
Nico
pun menjadi bagian dari genk milik Felix. Setiap hari mereka berkumpul dan
berjalan-jalan. Suatu hari, salah satu siswa SMA 12 (SMA Hany), mengejek SMA
Taruna Muda (SMA Nico dan Felix) karena adanya kemiripan event antara SMA 12
dengan SMA Taruna Muda. Siswa tersebut menuduh SMA Taruna Muda sebagai plagiat.
Felix yang mendengar tersebut sangat marah dan mengajak pemuda tersebut untuk fight. Pemuda tersebut tidak takut, ia
pun mengajak teman-temannya dan terjadilah tawuran.
Tawuran
tersebut terjadi sepulang sekolah. Nico yang banyak belajar dari Felix menjadi
kuda hitam dalam tawuran ini. Ia memberikan kemenangan bagi ‘SMA’nya. Nico pun
dielu-elukan dan disegani. Namanya pun mulai terkenal dari satu sekolah ke
sekolah lain. Sekarang Nico bukanlah sosok yang lemah, ia adalah pemuda berani.
Setiap kali ada tawuran antar SMA, Nico menjadi hero bagi sekolahnya. Dia bukanlah pemuda cupu lagi, sekarang ia
adalah jagoan – itulah yang dipikirkan Nico. Gadis-gadis pun tak lagi
menatapnya dengan sebelah mata. Banyak gadis yang berusaha menarik perhatian
Nico, tapi Nico tidak menggubris. Gadis yang ia harapkan hanya satu – Hany.
~ ~ ~
“Hany,”ucap
Nico sambil melambaikan tangannya pada gadis tersebut. Hany membalasnya dengan
senyuman dan berlari menuju pemuda tersebut.
“Kenapa
dengan wajahmu?” Nico terdiam kemudian Hany tersenyum sinis,”tawuran lagi?”
Nico
tak menjawab, namun kebisuan itu dianggap ya oleh Hany. Tiba-tiba sebutir telur
meluncur dan mengenai kepala Nico. Pemuda itu berusaha mengejar si pengejar
telur itu, namun Hany memegang erat lengan Nico, tanda agar Nico tidak memulai
perkelahian. Namun usaha Hany sia-sia. Nico telah mengingat-ingat wajah pemuda
tersebut. Ia tahu siapa dia dan dia telah menyusun sebuah pembalasan.
~ ~ ~
Hari itu langit begitu mendung. Nico
dan teman-temannya siap membalas ulah si pelempar telur. Dengan hati-hati
mereka mendekati tongkrongan si pelempar telur. Ketika dirasa sudah siap, Nico
melempar telur tepat ke muka si pelempar telur.
“Fight,”ucap Nico lantang memulai
pertarungan.
Tawuran tak dapat dielakkan. Masing-masing
kelompok adu kekuatan dengan bengis. Rantai besi, kayu, tongkat dll digunakan
sebagai senjata melawan ‘musuh’. Ketika langit semakin mendung, pertarungan
semakin sengit. Tak ada satupun orang yang berani menghentikan tawuran itu.
Keadaan begitu kacau dan kekuatan mulai tak imbang. Kubu SMA 12 mulau terpojok,
banyak siswa yang kabur karena kalah kekuatan. Namun Ray tak mau lari, ia tak
ingin dipermalukan oleh SMA Taruna Muda apalagi oleh Nico yang berani melempar
telur ke wajahnya. Dengan tegang, Ray meraba punggungnya. Ia telah
mempersiapkan keadaan terburuk. Ia telah memprediksi bahwa sekolahnya akan
kalah, namun ia tak ingin kalah. Ray pun mengeluarkan senjatanya dan ......
~ ~ ~
Langit begitu gelap, hujan membasahi
jalanan kota. Nico amat senang walau ia harus basah kuyup. Ia menang! Tak ada
lagi orang yang akan berani menghadapi Nico karena ia adalah jagoan. Namun
kesenangan itu tiba-tiba hilang setelah terdengar suara letusan yang diikuti
oleh teriakan Hany. Tiba-tiba sosok wanita setengah baya jatuh di hadapan Nico
dengan darah mengucur deras dari jantungnya. Wanita itu tersenyum pada Nico dan
ia terjatuh. Seketika tubuh Nico lemas, ia tak memiliki kekuatan yang
berapi-api seperti tadi. Ia sekarang terduduk dan berteriak sekeras ia bisa.
~ ~ ~
Nico terbangun. Di hadapannya,
nampak Hany dengan mata berkaca-kaca.
“Mana Ibu?”tanya Nico pada Hany.
Namun Hany hanya menggeleng. Sekarang Nico bertanya lagi namun dengan lebih
keras, dan jawaban Hany tetap sama. Ia hanya menggeleng. Nico pun beranjak dari
kasurnya dan berjalan keluar dari kamar tersebut. Ia ingin bertemu Ibunya. Ia
mencari sang Ibu dengan tangis dan teriakan pilu.
Felix yang mengetahui Nico berjalan
dan berteriak seperti orang gila segera menemui pemuda itu dan berusaha untuk
menahannya agar tidak pergi.
“Nico, sadar.”
“Mana Ibu gue Lix?”
Felix tak bisa berkata-kata. Ia
hanya memandangi Nico dengan mata berkaca-kaca. “Ibu mu udah gak ada Nic.”
Ucapan Felix bagai sengatan listrik
ribuan volt yang menyetrum Nico hingga ke tulang belulang. Ia terduduk. Siang
kelabu itu datang kembali. Nico yang tengah berbahagia akan kemenangannya tak
menyadari bahwa Ray membawa pistol dan siap menembaknya. Namun tembakan itu tak
mengenai Nico, melainkan Ibunya. Ibunya yang tak beruntung karena melewati
jalan itu. Ibunya yang hanya mengerti bahwa ia harus melindungi putranya ketika
ada sebuah bahaya.
Nico menangis dan berteriak
sekencang-kencangnya, namun sang Ibu tetap tersenyum. Ia tahu bahwa Nico telah
berubah menjadi sosok yang egois dan menakutkan akhir-akhir ini. Namun ia tetap
menyayangi putranya. Dengan segala kekuatan yang ia miliki, sang Ibu berbicara.
“Bagiku, sejak lahir kamu adalah
jagoan,”sang Ibu tersenyum dan menutup matanya.
“Maafin Nico, Bu,”ucap Nico dengan
rasa penuh sesal.
- - - END - - -
Udah selesai bacanya? Makasih ya udah mau baca cerita GJ ini :D Jangan ragu untuk kasih comment!
suka ide ceritanya, zum :)
BalasHapus